Pesan-pesan filosofis & moral Jawa didalamnya.
Tumpeng juga mengandung ajaran spiritual didalamnya. Bentuknya kerucut gunung adalah menunjuk selalu ke arah SANG MAHA. Bentuknya kerucut menyebabkan jumlah nasi yang ada dibawah sangatlah banyak sekali, sedangkan semakin keatas semakin sedikit & yang ada dipuncak hanya ada satu butir nasi atau upa. Hal tersebut mengandung makna adanya tingkat spiritual atau kedewasaan rohani beserta perilaku hidup sehari-harinya yang berbeda-beda antara orang yang satu dengan orang yang lainnya diseluruh muka bumi ini.
Tingkat spiritual atau kedewasaan rohani tidaklah seiring sejalan dengan kedewasaan fisik seseorang. Banyak sekali anak-anak yang masih muda fisiknya berusia 15 tahun, 17 tahun, 20 tahun, 30 tahun, tetapi pola pikirnya, tutur katanya, perilaku hidupnya, telah selalu mengarah kepada TUHAN, kekudusan, keilahian, kebaikan, CINTA KASIH kepada TUHAN & sesama. Hal tersebut menunjukkan adanya kedewasaan rohani atau tingkat spiritual yang tua atau dewasa atau tinggi. Sebalikknya juga banyak sekali orang-orang yang secara fisik udah berusia tua 50 tahun, 60 tahun, 70 tahun, tetapi pola berpikirnya, tutur katanya, perilaku hidupnya sehari-hari sangatlah kasar & materialistis, suka berpikir kotor, mengucapkan kata-kata kotor, & suka melakukan tindakan-tindakan kotor, caci maki, sumpah serapah, dendam, sakit hati, pemarah, penaik darah, suka berkelahi, berjudi, mengumbar nafsu seksual, suka minum ninuman keras, narkoba, mencuri, menipu, korupsi, main kuasa, diktator, tdk demokratis, menghalalkan segala cara untuk dapat meraih semua yang diinginkannya, sampai membunuh pun tidak segan-segan dilakukannya.
Nasi yang berada di bagian bawah tumpeng menggambarkan orang-orang yang masih muda tingkat spiritualnya atau kedewasaan rohaninya. Jumlah nasinya sangat banyak sekali. Daerah area lingkarannya sangat lebar sangat luas. Nasi tersebut masih bersinggungan & bercampur dengan segala macam lauk pauk. Hal ini memberikan gambaran bahwa orang-orang yang berada di tataran rohani yang sedemikian ini masih sangat bebas sekali melakukan apa saja menurut sekehendak hawa nafsunya. apa aja, hatinya juga masih sangat terbuka sekali untuk melakukan semua perbuatan hidup yang baik maupun yang buruk. Tidak ada batasan hukum agama, hukum negara pun dilanggarnya.
Lebih naik ke atas telah lepas sama sekali dari lauk pauk. Daerah areanya semakin menyempit, menyempit, menyempit, sampai hanya muat satu diri saja/ satu upa atau nasi saja. Hal tersebut memberikan gambaran bahwa semakin dewasa kerohanian atau tataran spiritual seseorang dia sudah tidak lagi sebebas mereka-mereka yang ada di bawahnya. Secara otomatis hatinya menolak untuk berpikir, bertutur kata & berbuat yang buruk, yang jahat. Praktis hidupnya semakin baik.
Sampai yang ada di tataran teratas sudah lepas sama sekali dari pikiran-pikiran, perkataan-perkataan, maupun perbuatan-perbuatan yang buruk, yang jahat ... sudah kudus/ bersih/ suci. Nasi yang berada di atas ditumpu oleh nasi yg berada di bawahnya. Hal ini memberikan gambaran bahwa posisi "kudus" itu bertumpu dari perilaku mereka-mereka yang ada di bawahnya, yaitu dengan dihina, diremehkan, dianiaya, difitnah, dihujat, dicaci-maki, disumpah-serapahi, diperlakukan dengan secara tidak adil secara duniawi. Dengan demikian sudah sepantasnya bahwa mereka-mereka yang berada di tataran spiritual di atas harus berterima kasih apabila mereka mendapatkan perlakuan-perlakuan yang buruk yang tidak adil seperti tersebut di atas. Sudah seharusnyalah mereka-mereka yang berada di tataran paling atas selalu melindungi, mendoakan, & melayani mereka yang ada di bawah dengan penuh kasih.
Semoga uraian sedikit & sederhana ini ada gunanya bagi anda semua untuk semakin memantapkan langkah di jalan pulang kepada TUHAN, yang merupakan asal kita semua & merupakan tujuan pulang kita semua. Semoga terberkatilah kita semua. RAHAYU, RAHAYU, RAHAYU ...
Orang yang sungguh-sungguh beriman tidak mangro tingal, pandangannya satu ... hanya tertuju kepada GUSTI ALLAH saja.